Di
lingkungan Kraton Yogyakarta, setiap tahun diadakan upacara adat yaitu Sekaten
atau lebih dikenal dengan Pasar Malam Perayaan Sekaten. Karena sebelum upacara
Sekaten dimulai, terlebih dahulu diadakan kegiatan ‘pasar malam’ selama satu
bulan penuh. Tradisi ini sudah ada sejak jaman Kerajaan Demak (abad ke-16) dan
diadakan setiap bulan Maulud, bulan ke-tiga dalam tahun Jawa, dengan lokasi di
alun-alun Utara Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat.
Hadiningrat.
Asal
usul istilah sekaten berasal dari kata ‘sekati’, yaitu nama dari 2 perangkat
pusaka kraton berupa gamelan ‘Kanjeng kyai Sekati’ yang ditabuh dalam rangkaian
peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW. Pendapat lain menyampaikan bahwa Sekaten
berasal dari kata suka dan ati (suka hati, senang hati) karena masyarakat
menyambut hari Maulud dengan perasaan syukur dan bahagia pada perayaan pasar
malam Sekaten di Alun-alun Utara.
Ada
pendapat lain mengatakan bahwa Sekaten berasaldari kata ‘syahadataini’ dua
kalimat dalam Syahadat Islam, yaitu syahadat tauhid (Asyhadu Alla
ila-ha-ilallah) yang berarti: “Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah”
dan syahadat rasul (Waasyhadu anna Muhammadarrosulullah) yang berarti :” Saya bersaksi bahwa
nabi Muhammad utusan Allah”.
Sebelum
upacara Sekaten dilaksanakan, ada dua persiapan yaitu persiapan fisik dan
spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara, yaitu
Gamelan Sekaten, Gending Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah bunga kanthil,
busana seragam Sekaten, samir untuk niyaga dan perlengkapan lainnya termasuk
naskah riwayat Maulud Nabi Muhammad SAW.
Gamelan
Sekaten adalah benda pusaka Kraton Yogyakarta yang disebut Kanjeng Kyai Sekati,
yang terdiri dari dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan Kanjeng Kyai
Guntur Madu. Gamelan Sekaten tersebut adalah warisan pusaka yang dibuat oleh
Sunan Giri yang ahli dalam kesenian karawitan dan disebut sebagai gamelan
dengan laras pelog yang pertama kali dibuat.
Persiapan
spiritual dilakukan beberapa waktu menjelang upacara Sekaten. Para abdi dalem
Kraton Yogyakarta yang akan terlibat dalam upacara, sebelumnya mempersiapkan
mental dan batin untuk mengemban tugas sakral tersebut. Khususnya bagi para
abdi dalem yang akan bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri
dengan perpuasa dan siram jamas.
Upacara
Sekaten dimulai tanggal 6 Maulud (Rabiulawal) pada sore hari dengan
mengeluarkan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari tempat persemayamannya, Kanjeng
Kyai Nogowilogo ditempatkan di Bangsal Trajumas dan Kanjeng Kyai Guntur Madu di
Bangsal Srimanganti. Dua pasukan abdi dalem prajurit bertugas menjaga gamelan
pusaka tersebut, yaitu prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung. Dihalaman
Kemandungan atau Keben banyak pedagang kecil berjualan kinang dan nasi wuduk.
Pada
malam harinya, selesai waktu sholah Isya, para abdi dalem yang bertugas
melaporkan kepada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah abdi dalem
mendapat perintah dan petunjuk dari Sri Sultan, maka dimulailah upacara sekaten
dengan membunyikan gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
Tepat waktu pukul 24.00 WIB, gamelan Sekaten dipindahkan
ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dengan dikawal kedua pasukan abdi dalem
prajurit Mantrijero dan Ketanggung. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di
pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo
di pagongan sebelah utara. Di halaman Masjid Agung, gamelan Sekaten dibunyikan
terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut. kecuali pada
Kamis malam hingga selesai sholat Jum’at siang harinya.
Pada tanggal 11 Maulud (Rabiulawal), mulai pukul 20.00
WIB., Sri Sultan datang ke Masjid Agung untuk menghadiri Upacara Maulud Nabi
Muhammad SAW dengan membacakan naskah riwayat Maulud Nabi yang dibacakan oleh
Kyai Penghulu. Upacara Maulud Nabi selesai pada pukul 24.00 WIB, dan setelah
selesai upacara semua perangkat gamelan Sekaten diboyong kembali ke bangsal
Kraton. Pemindahan gamelan menuju bangsal kraton ini merupakan tanda bahwa
Upacara Maulud Nabi telah selesai dan keesokan harinya berganti dengan Upacara
Grebeg Gunungan Sekaten.
Upacara Grebeg Gunungan sekaten dilaksanakan tepat
tanggal 12 Maulud pada pagi hari sekitar pukul 09.00- 10.00 WIB. Masyarakat
yang sudah menunggu dan sudah menginap semalam, serta yang datang mulai pagi
usai sholat Subuh biasanya sudah menunggu di depan Kraton dan di Alun-alun
Utara. Grebeg Muludan ini merupakan puncak peringatan Upacara Perayaan Sekaten.
Gunungan yang berisi hasil bumi, yaitu beras ketan, makanan dan buah-buahan
serta sayur-sayuran akan dibawa dari Istana Kemandungan melewati Sitihinggil
dan Pagelaran menuju Masjid Agung. Setelah diadakan upacara Do’a di Masjid
Agung, Gunungan yang melambangkan kesejahteraan atau kesuburan Kerajaan Mataram
ini siap diperebutkan masyarakat diluar halaman masjid. Biasanya sebelum arakan
Grebeg Gunungan sampai di Alun-alun , beberapa pasang Gunungan akan habis
menjadi rebutan masyrakat dalam hitungan detik
No comments:
Post a Comment